Delapan Kebohongan Terbesar Seorang Ibu

Mantap Dan Unik - Bandar Bola Piala Dunia Brazil 2014 - Jika biasanya Mantap dan Unik berbagi tips, pengetahuan dan juga informasi, dalam postingan kali ini Mantap dan Unik akan menyajikan sesuatu yang berbeda, yaitu sebuah renungan.

Kok renungan yah ? Iya karena seringkali kita sebagai anak tidak berbakti kepada orang tua kita, bahkan kita melupakan mereka terutama ibu kita. Kita terlalu sibuk dengan kesibukan kita, masalah kita dan juga pasangan kita, tanpa mengingat bahwa di Dunia ini ada seseorang yang selalu mencintaimu dari lubuk hatinya yang terdalam. Dia lah ibu anda.

Silahkan disimak renungan yang Mantap dan Unik sajikan kali ini. Semoga renungan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.


Delapan Kebohongan Terbesar Seorang Ibu

Kebohongan Ibu yang Pertama
Cerita bermula ketika kanak-kanak, terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya. Sambil memindahkan nasi ke mangkuk, ibu berkata, “Makanlah nak, aku masih kenyang!”

Ketika mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di sungai dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingannya, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk keluarga.

Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan.

Melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpit, aku berikan sedikit bagianku dan memberikannya kepada ibu. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata, “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan!”

Saat masuk SMP, demi membiayai sekolah, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup.

Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api.

Aku berkata, “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata, “Kamu tidurlah duluan, aku belum mengantuk.”

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menungguku selama beberapa jam.

Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai, Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Melihat Ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk Ibu sambil menyuruhnya minum. Namun Ibu menjawab, “Minumlah nak, aku tidak haus!”

Kebohongan Ibu yang Kelima
Setelah kepergian Ayah karena sakit, Ibu yang malang harus merangkap sebagai Ayah dan Ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri.

Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil.

Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati Ibuku untuk menikah lagi. Tetapi Ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, Ibu berkata, “Saya lebih senang sendiri bersama kalian anak-anakku.”

Setelah aku sudah tamat dari sekolah dan bekerja, Ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi Ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kakak ku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan Ibu, tetapi Ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata, “Terima kasih Nak, Ibu masih punya duit.”

Kebohongan Ibu yang Ketujuh
Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa dari sebuah perusahaan.

Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa Ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi Ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku, “Aku lebih suka disini.”

Setelah memasuki usianya yang tua, Ibu terkena penyakit kanker, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang Samudera Atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta.

Aku melihat Ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya.

Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuhnya sehingga Ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap Ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat Ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi Ibu dengan tegarnya berkata, “Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang terakhir, Ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Coba anda pikirkan lagi, sudah berapa lamakah anda tidak menelepon Ayah dan Ibu anda ? Berapa lamakah anda tidak menghabiskan waktu anda untuk berbincang dengan Ayah Ibu anda?

Di tengah-tengah aktivitas yang padat ini, anda selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan Ayah Ibu anda yang kesepian. Anda selalu lupa akan Ayah dan Ibu yang ada di rumah.

Jika dibandingkan dengan kekasih anda, anda pasti lebih peduli dengan kekasih anda. Buktinya, anda selalu cemas akan kabar kekasih anda, cemas apakah dia sudah makan atau belum.

Namun, apakah anda semua pernah mencemaskan kabar dari kedua orang tua anda? Cemas apakah mereka sudah makan atau belum? Cemas apakah mereka sudah bahagia atau belum?

Apakah ini benar? Kalau ya, coba anda renungkan kembali lagi. Di waktu anda masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi Ayah dan Ibu anda, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata menyesal di kemudian hari.

0 comments:

Post a Comment

+